Minggu, 19 Oktober 2008

Mengubah Nasib !

Disadur dari tulisan Arvan Pradiansyah
Majalah Swa Sembada - Pernik

Mengapa Banyak Orang yang Tahu Tapi Tidak Melakukan ?

Seseorang yang bijak datang ke sebuah desa dan menetap di sana untuk memberikan pencerahan. Ketika ia berceramah, orang-orang desa berduyun-duyun datang memenuhi balai desa untuk mendengarkannya. Ceramahnya sangat menarik dan membuat orang-orang tercerahkan. Karena itu, mereka selalu tak sabar menunggu datangnya minggu-minggu berikutnya. Namun, penuduk kemudian menemukan fakta : orang bijak ini ternyata selalu menyampaikan ceramah yang sama. merka pun curiga bahwa orang ini sebenarnya seorang penipu yang hanya mengetahui satu ceramah.
Tak dapat lagi menahan kesabaran, penduduk desa beramai-ramai mendatangi orang bijak ini dan bertanya, "Tak dapatkah Anda menyampaikan ceramah yang lain?" Ditanya demikian, orang bijak ini hanya tersenyum. "Saya belum meli
hat Anda melakukan apa yang saya sampaikan dalam ceramah pertama," katanya. "Jadi, mengapa saya harus membebani Anda dengan hal lain?"
Apa yang dikatakan orang bijak tersebut sebetulnya sering kita alami.
Mengetahui tidak akan pernah membawa perubahan. Mengetahui tidak akan mengubah nasib Anda. Yang akan mengubah nasib Anda adalah melakukan!

Banyak diantara kita yang kerap merasa cukup hanya dengan mengetahui sesuatu. Kita membaca banyak buku, mengikuti berbagai diskusi, menghadiri berbagai pelatihan, namun perilaku kita tidak juga berubah . Kita tidak melakukan apa-apa. Kebiasaan lama yang tidak efektif masih terus kita jalankan. Ini tentu saja sebuah pemborosan biaya yang tidak sedikit.
Ketika selesai memberikan pelatihan kepemimpinan di banyak tempat , tak sedikit peserta yang memberikan tanggapan positif sambil menanyakan, "Kapan kita akan melakukan pelatihan lagi ?" atau, "Apakah ada materi lanjutan untuk topik ini?" tentu saja saya merasa tersanjung dengan apresiasi yang luar biasa ini. Namun diam-diam saya sering membatin sambil mengatakan bahwa sebetulnya pelatihan ini sudah cukup. Yang diperlukan sekarang adalah penerapannya. Bukankah sia-sia ketika pelatihan demi pelatihan dilakukan tanpa ada perubahan perilaku apapun ?
Meski demikian, fakta ini sering dilupakan orang: mengetahui tidak akan pernah membawa perubahan. Mengetahui tidak akan merubah nasib anda. Yang akan merubah nasib anda adalah melakukan! Namun, mengapa banyak orang tahu, tapi tidak melakukan apa-apa ?
Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, karena mengetahui sering memberikan sensasi hebat. Ketika mengetahui sesuatu, Anda merasa berada di atas kebanyakan orang. Mengetahui menimbulkan kebanggan tersendiri. Inilah yang saya sebut sebagai "Ilusi Pengetahuan", Ilusi ini berbunyi: kita sudah berubah hanya dengan mengetahui.
Mengetahui memang sering memberikan jebakan tersendiri berupa perasaan aman dan nyaman. Dengan mengetahui, kita menjadi lebih percaya diri karena merasa siap menghadapi segala macam masalah.
Bahkan sekedar mengumpulkan buku yang tak pernah sempat kita baca pun mampu memunculkan ilusi ini. Ketika kuliah dulu, saya dan kawan-kawan senantiasa membeli banyak buku serta memfotokopi berbagai diktat kuliah jauh lebih banyak dari bahan yang dapat kami baca, semata-mata karena hal ini memberikan ketenangan psikologis, kepada kami. Dengan menumpuk berbagai buku, kami merasa siap menghadapi tugas apapun. Padahal, bahan yang tertumpuk itu tak pernah sekalipun kami baca, sehingga tidak akan pernah berpengaruh terhadap pengetahuan, apalgi kehidupan kami. Rasa aman yang tercipta sebenarnya hanyalah sebuah ilusi yang menyesatkan.
Kedua, orang tidak melakukan apa yang mereka ketahui karena mereka tidak memiliki alasan untuk melakukannya. Bukankan ketika kita sehat kita tidak punya alasan yang kuat untuk berolahraga? bukankah ketika perusahaan sedang naik daun kita merasa tidak perlu melakukan perubahan? ini disebut "Ilusi Perubahan" yang mengatakan bahwa satu-satunya alasan yang masuk akal untuk perubahan adalah ketika terjadi krisis. Padahal, perubahan yang terjadi karena krisis pasti terasa menyakitkan, membutuhkan biaya besar, dan sering sudah terlambat. Bukankah alasan terbaik untuk melakukan perubahan adalah buat mempertahankan posisi yang sudah kita nikmati selama ini ? Bukankan perubahan mestinya adalah sesuatu yang kita "haruskan" kepada diri kita sendiri, bukannya menunggu hal itu "diharuskan" oleh situasi, keadaan, pelanggan dan pesaing?
Ketiga, orang tidak melakukan apa yang sudah diketahuinya karena tidak mau meninggalkan zona nyamannya. Apapun yang biasa kita lakukan memang menciptakan gaya gravitasi yang luar biasa. Karena itu, keinginan menerapkan sesuatu yang baru selalu menciptakan medan pertempuran dalam diri kita. Pertempuran ini sering berjalan tidak seimbang karena kebiasaan lama pasti memiliki gaya tarik yang lebih besar. Belum lagi, ada faktor lingkungan yang juga cukup besar pengaruhnya. Maka, tidak aneh bahwa pertarungan ini akan dengan mudah dimenangi kebiasaan-kebiasaan lama kita.
Semua pengetahuan yang tidak dimanfaatkan sebenarnya hanyalah satu bentuk pemborosan. Kapan Anda tahu bahwa Anda perlu menelepon seorang pelanggan ? akan tetapi, Kapan anda benar-benar meneleponnya ? Kapan Anda tahu bahwa membangun jejaring penting bagi Anda? akan tetapi, kapan Anda mulai membangun jejaring tersebut? Kesenjangan antara "kapan anda mengetahui" dan "kapan Anda melakukan", itulah definisi pemborosan waktu. Lebih jauh lagi, Anda sebenarnya baru dapat disebut sebagai seorang pemimpin bila Anda "melakukan" bukan sekedar "mengetahui". Bahkan, bukankah di akhir hidup kita, kita tidak akan ditanya mengenai apa yang kita ketahui? Bukankah pertanyaan terpenting adalah apa yang telah kita lakukan ?

Tidak ada komentar: