Horenso : Bukan Sekedar Pelaporan semata
by Donny Oktavian on Tuesday, June 7, 2011 at 4:55pm
Oleh : Donny Oktavian Syah
“Ada banyak permasalahan di perusahaan seringkali berujung pada bagaimana cara berkomunikasi”
Ada perbedaan yang menarik ketika saya mendengarkan Sacho (Boss), Bucho (Direktur) ketika memberikan pengarahan waktu chorei (semacam acara pengarahan di pagi hari, biasanya di hari senin) waktu saya magang dulu di Jepang dengan mendengarkan “big boss” saya ketika saya bekerja di Indonesia ketika memberikan pengarahan. Boss saya yang pertama, isi pengarahannya berisi informasi kekinian yang kaya fakta, dibarengi solusi bagaimana kita harus bisa “keluar” dari permasalahan tersebut. Tidak bertele-tele, dan terkadang diselipi motivasi “khas Jepang” yang selalu mengingatkan untuk tetap menyalakan api “ganbarimasu” (tetap semangat, pantang menyerah).
Sedangkan, pengarahan Boss saya ketika bekerja di Indonesia, pengarahan berlangsung lama, acapkali fokus pembicaraan lebih menunjuk “segudang prestasi beliau” di masa lalu ketika masih menjadi staf yang terkadang tidak bisa diimplementasikan dalam kondisi kekinian karena atmosfer bisnis-nya sudah berbeda jauh. Ada kecenderungan “keakuan” lebih ditonjolkan dan atmosfer ceremonial lebih pekat ketimbang khotbah pagi yang dapat menyelesaikan masalah yang kita hadapi dalam perusahaan sebagai unsur penyemangat di awal hari Senin pagi memulai bekerja.
Barangkali kasus yang saya alami sangatlah kasuistik, tapi saya tidak bermaksud untuk tendisius untuk menyalahkan Boss saya yang di Indonesia. Tetapi saya ingin menggarisbawahi bahwa pendekatan komunikasi yang dibentangkan oleh Boss saya di Jepang pendekatan yang dilakukan lebih efektif dan tidak bertele-tele. Boss Jepang memang telah menerapkan sebuah pendekatan dalam manajemen Jepang yang dikenal dengan nama Horenso. Sebuah pendekatan barangkali tidak asing lagi untuk kawan-kawan yang pernah bekerja di perusahaan Jepang. Hampir semua perusahaan Jepang sepertinya sudah menerapkan hal itu.
Horenso adalah akronim dari tiga kata dalam bahasa Jepang , yakni Houkoku, Renraku dan Soudan. Dalam bahasa Indonesia Houkoku berarti Laporan, sedangkan Renraku berarti Menginformasikan, dan Soudan berarti mengkonsultasikan (terutama dengan pimpinan). Horenso sudah biasa diterapkan di lingkungan industri dan pabrik-pabrik Jepang. Tujuannya jelas untuk menciptakan lingkungan kerja dengan cepat dan benar. Setiap progress dalam suatu aktivitas diketahui banyak orang karena laporan yang intens. Sehingga setiap masalah segera tertangani karena laporan yang intens tersebut.
Houkoku dalam prakteknya adalah pelaporan yang menitikberatkan pada fakta, metode dan tujuan. Dari Fakta tersebut diderivasikan akan dilanjutkan kenapa harus dilakukan sampai akhirnya metode apa yang harus dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Fakta mengacu pada aspek 5W (What, Who, When, Where, Why) plus 2H (How dan How many/much). Dengan laporan terperinci seperti ini, di titik mana improvement yang memungkinkan terbaca. Gaya manajemen Jepang yang mementingkan progress ketimbang result (hasil akhir) menjadikan kebiasaan ini lebih mudah diterapkan. Pengalaman saya bekerja di perusahaan Jepang menunjukkan, Boss lebih senang dilapori hal seremeh dan sekecil apapun, karena mereka akan merasa dilibatkan. Dan hal lebih penting, sang Boss merasa komunikasi dengan bawahannya tertata dengan baik dengan adanya laporan kecil itu.
Renraku dalam prakteknya merupakan komunikasi yang baik dengan rekan sejawat dengan baik perihal pekerjaan yang ditangani. Teman sejawat disini tidak terbatas pada departemen kita sendiri tetapi juga dengan departemen lain yang barangkali tidak berhubungan langsung. Tujuannya jelas, dengan hal itu akan timbul ide (insight) untuk suatu hasil pekerjaan yang lebih “kaya” dari belbagai sisi. Di Jepang karena beban pekerjaan yang demikian padat dan waktu yang terbatas, terkadang kebiasaan minum dan makan bersama setelah pulang kantor merupakan salah satu ajang untuk memoles sharing informasi. Tidak jarang pulang kerja terkadang molor untuk itu. Itulah harga yang dibayar untuk mendapatkan kualitas informasi di Jepang.
Terakhir, tentang Soudan, yakni melaporkan dan mengkonsultasikan segala sesuatu kepada Boss (atasan langsung) . Terkadang yang belum terbiasa dengan hal ini, karena akan kerepotan memberikan laporan sekecil apapun. Tetapi dari laporan progress kecil ini namun detail, diharapkan para bawahan diharapkan lahir ide lebih progresif yang nantinya dikonsultasikan dengan Boss. Jadi proses dalam soudan ini “mengajak” bawahan untuk sekedar melakukan ide dari Boss. Tetapi juga punya inisiatif sendiri, yang tentunya dikonsultasikan dulu kepada Boss sebelum diimplementasiakan. Jadi di proses ini kadangkala, Boss tidak memberikan solusi langsung tapi bawahan diminta kreatif mencipta ide baru berdasar laporan progress yang dibuat, bukan membebek ide Boss.
Teman trainer saya Oku “Bejo” Nobuyuki, seorang trainer berkebangsaan Jepang yang biasa mengisi pelatihan bertema Horenso di banyak perusahaan mengingatkan saya kalau dalam penerapan Horenso, tidak sekedar dimaknai lagi sebagai suatu “kewajiban” bawahan untuk melaporkan ke atasan semata. Tetapi juga ada juga menekankan peran Boss (atasan) untuk meningkatkan motivasi kerja bawahannya melalui transparansi informasi seperti yang saya ungkap di awal tulisan. Pria yang aktif dalam Shin Horenso (Genuine Horenso) menambahkan kalau hal ini bisa terwujud, sumbat dan lambatnya alur informasi yang biasanya membuat perusahaan terjebak kemandegan akan tereliminasi.
Bagaimana aliran informasi di perusahaan Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar